~ JANGAN LUPA MENGUCAPKAN SELAWAT DAN SALAM KE ATAS JUNJUNGAN BAGINDA RASULLULLAH S.A.W. DAN KELUARGA BAGINDA SEMASA MEMASUKI BLOG INI :-)~

Jumaat, 23 Disember 2011

Sepotong Kepala Ayam Goreng Untuk Ayah

p/s : aku pernah dengar cerita sebegini dalam versi yang berbeza tapi moral yang disampaikan adalah sama. Moga ada manfaatnya.

By: M. Agus Syafii

Ketika sore sepulang kerja seorang suami melihat istri yang tertidur pulas karena kecapekan bekerja seharian di rumah. Sang suami mencium kening istrinya dan bertanya, 'Mah, udah sholat ashar belum?' Istrinya terbangun dengan hati berbunga-bunga menjawab pertanyaan suami, 'sudah yah..' Istrinya beranjak dari tempat tidur mengambil piring yang tertutup, sore itu istrinya memasak kesukaan sang suami. 'Lihat nih, aku memasak khusus kesukaan ayah.' Piring itu dibukanya, ada sepotong kepala ayam yang terhidang untuk dirinya.

Sang suami memakannya dengan lahap dan menghabiskan. Istrinya bertanya, 'Ayah, kenapa suka makan kepala ayam padahal aku sama anak-anak paling tidak suka ama kepala ayam.' Suaminya menjawab, 'Itulah sebabnya karena kalian tidak suka maka ayah suka makan kepala ayam supaya istriku dan anak-anakku mendapatkan bagian yang terenak.' Mendengar jawaban sang suami, Terlihat butir-butir mutiara mulai menuruni pipinya. Jawaban itu menyentak kesadarannya yang paling dalam. Tidak pernah dipikirkan olehnya ternyata sepotong kepala ayam begitu indahnya sebagai wujud kasih sayang yang tulus kecintaan suami terhadap dirinya dan anak-anak. 'Makasih ya ayah atas cinta dan kasih sayangmu.' ucap sang istri. Suaminya menjawab dengan senyuman, pertanda kebahagiaan hadir didalam dirinya.

Sahabatku, Kita seringkali mengabaikan sesuatu yang kecil yang dilakukan oleh sosok ayah kita namun memiliki makna yang begitu besar, didalamnya terdapat kasih sayang, cinta, pengorbanan dan tanggungjawab. Semoga cerita diatas kita bisa mengambil hikmah dengan mencintai setulus hati ayah kita yang telah berkorban untuk anak dan istrinya.

Wassalam,

M. Agus Syafii
 
p/s : teringat kes aku, suami aku tak reti makan masakan pedas, maklumlah orang Pantai Timurlah katakan, maka di sini aku berkorban tidak makan pedas juga tidak akan memasak makanan pedas jika di rumah walhal aku adalah fanatik kepada semua jenis masakan pedas, maklumlah kan aku anak jati Utara. relevankah kisah aku dan di atas? Pointnya di sini, aku nak bagitau aku sanggup berkorban menikmati makanan pedas walaupun hakikatnya aku obses pada pedas. Obses yang maksimum. Tanpa rasa pedas, makanan itu nothing kepada aku (kecuali sesetengah makanan) tapi kerana suami tersayang, aku terus berubah secara drastik dan mengabaikan kefanatikan aku yang satu itu. Di sini, walaupun mungkin di mata orang lain, adalah perkara kecil, tapi pada aku, ianya adalah termasuk dalam pengorbanan yang agak besar. Kerana lidah takkan mampu berbohong. Finally, tekak aku dah boleh menerima masakan yang tidak pedas dalam hidup aku. Tapi, kalau kat luar, kat rumah orang, kat kedai, aku akan belasah masakan pedas sesedap rasa konon untuk balas dendam. Hahaha.